#30HariBercerita2023 6. Cinta Tidak Pernah Salah

Joshua Dwi Prasetyo
2 min readFeb 23, 2023

--

Dulu terdengar seperti candaan bagiku. Akan tetapi, lama-kelamaan aku percaya juga. “Cinta tidak pernah salah” karena “perasaanmu itu valid.” Salah satu pelajaran paling mahal yang boleh aku peroleh dalam hidup, meskipun dalam konteks marah-marah dan kesal sendiri. Ya karena cinta juga sih (hehe) tapi ya setidaknya hal itu membantu aku dalam mengolah perasaanku. Daripada berusaha untuk merasionalisasi perasaan, ada baiknya memang diterima saja, karena perasaan, dalam konteks apapun (apalagi cinta), tidak bisa dipaksakan.

Orang bisa jatuh cinta dengan siapa saja. Ya, siapa saja. Perasaan cinta tidak bisa dipaksa muncul dan juga dipaksa berakhir. Dalam contoh (yang sekiranya tidak terlalu kontroversial), orang yang berkaul untuk tidak menikah (seperti biarawan/biarawati/romo dalam agama Katolik) tentu saja bisa dan boleh saja mengalami jatuh cinta. Hanya, dalam keberjalanannya, mereka juga yang harus memutuskan, dengan sikap yang bagaimana perasaan itu diolah.

Apakah perasaan itu mau dibiarkan begitu saja, sehingga bisa jadi akan merusak kaul/janji yang sudah diucapkan? Atau malah dipendam, sehingga mungkin tidak terolah juga dengan baik? Atau seperti apa harus diolah sehingga ditemukan jalan terbaik, setidaknya menurut orang tersebut? Wallahualam

Aku sendiri mencoba untuk memahami bahwa perasaan memang seliar itu. Kita tidak bisa mengatur untuk jatuh cinta dengan siapa. Kita tidak bisa mengatur seberapa besar sakit hatinya kita ketika hati kita patah. Kita tidak bisa mengatur seberapa sedihnya kita dalam menghadapi harapan yang tidak terwujud. Semuanya itu membanjiri kita.

Akan tetapi, pertanyaan yang lebih penting, menurut saya, dari “kenapa saya mengalami ini” dan “kenapa hal ini harus terjadi” adalah “lalu apa?” Apa langkah yang selanjutnya mau kita ambil? Menurut Reza Wattimena, perasaan ada untuk diamati, dia datang tak terduga, tapi dia akan pergi juga dengan sendirinya. Pada akhirnya, biarkan perasaan itu mengalir saja, bersama dengan kata yang mengalir lembut, tidak menyeruak keluar seperti bendungan bocor yang melahirkan air bah, atau terpendam di dalam sehingga memberatkan hati kita juga dalam menjalani hidup.

“Perasaanmu itu valid.” Hidupilah masa kini. Hidupilah cinta. Cinta tidak pernah salah.

Di sela-sela mengerjakan lemburan

Menemukan asa dalam harapan

--

--

Joshua Dwi Prasetyo

Penggugus kata, pengatur kalimat, dan pemerintah paragraf yang juga bergerak dalam aturan semesta.